The Official Blog Account of Olvia Andiyani Syafitri

tulisan...






Penting bagi Muslimin/ Muslimah untuk berilmu. Menuntut ilmu agama itu fardhu'ain  hukumnya.
Imam besar kaum muslimin. Imam Al-Bukhari  berkata "Al-'Ilmu Qoblal Qouli Wal 'Amali" , Ilmu sebelum Berkata dan Beramal.
Jadi Ilmu dulu baru Amal , karena jika amal dulu baru ilmu, biasanya bukan betdasarkan "dalil" , tapi "dalih".
Contoh yang umum dan sederhana saja: menutup aurat itu wajib, ada dalam Al Quran (antara lain Qs Al-Ahzab : 59  dan Qs An-Nur : 31 ) Jika sudah tau ilmu  dalil tentang hal ini, pasti akan taat dan mengamalkannya. Tapi jika tidak pasti akan banyak dalih   seperti: "ntar dulu deh jilbabin hati dulu" atau "males ah ...gerah lagiankan jilbab pakaian orang Arab"
Jika amal atau dakwah berdiri tanpa ilmu maka setiap orang akan  memberikan hukum sesuai  dengan apa yang didiktekan oleh akalnya.

#justsharing
repost

BAB IV HUKUM PERIKATAN



1. PENGERTIAN
Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).

2. DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
     1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).

     2. Perikatan yang timbul undang-undang : Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia

     3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).


3. AZAS-AZAS DALAM HUKUM PERIKATAN
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.

· Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

· Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.

4. WANPRESTASI dan AKIBAT-AKIBAT
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
  2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak. Sebagaimana yang dijanjikan;
  3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni

   1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
    a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
    b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
    c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

   2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

   3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.


5. HAPUSNYA PERIKATAN
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1. Pembaharuan Utang (Inovatle) : suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
2. Perjumpaan Utang (Kompensasi) : terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
3. Pembebasan Utang :  perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur.
4. Musnahnya Barang yang Terutang : Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa” atau force majeur.
5. Kadaluwarsa : Lampau waktu


SUMBER:
http://p4hrul.wordpress.com/2012/04/19/hukum-perikatan/
http://nnyundd.blogspot.com/2013/05/pengertian-hukum-perikatan.html?m=1
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/dasar-hukum-perikatan/
Powered by Telkomsel BlackBerry®

BAB III HUKUM PERDATA



1. HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata baratBelanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.

2. SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa.
Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa tidak terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang menunjang, sehingga orang mencari  jalan untuk kepastian hukum dan keseragaman hukum.

3. PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM di INDONESIA
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat.

Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.

Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain dalam suatu masyarakat tertentu.

Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang sekarang dikenal denagn HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala aperaturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Kondisi Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
-Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
-Faktor Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
> Golongan Eropa dan yang dipersamakan
> Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
> Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).

Pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas.
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu:
Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakan dalam kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
> Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).
> Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dan lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama denagn bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai perbuatan tertentu saja.
Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesai ditulis di dalam Undang-undang. Maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.

4. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA di INDONESIA
Sistematika Hukum Perdata di Indonesia dalam KUH Perdata dibagi dalam 4 buku yaitu:

> Buku I, tentang Orang(van persoonen); mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

> Buku II, tentang Kebendaan(van zaken); mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

> Buku III, tentang Perikatan(van verbintennisen); mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.

> Buku IV, tentang Daluarsa dan Pembuktian(van bewijs en verjaring); mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Sistematika Hukum Perdata di Indonesia menurut ilmu pengetahuan di bagi menjadi 4 bagian:
1.Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht):
> Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili)dan sebagainya.
2. Hukum Keluarga (familierecht):
> Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.
3. Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht):
> Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
4. Hukum Waris(erfrecht):
> Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.


> Sumber:
> http://salim-anshori.blogspot.com/2013/03/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia.html?m=1 http://purnama110393.wordpress.com/2012/04/16/sistematika-hukum-perdata-di-indonesia/
> http://oday21.wordpress.com/2011/04/16/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/
> Powered by Telkomsel BlackBerry®