The Official Blog Account of Olvia Andiyani Syafitri

more than friends but less than a couple

Aku tersenyum di depan pagar rumah ketika kamu mengantarkanku sampai depan rumah. Kamu melambaikan tanganmu kemudian tersenyum ke arahku. Sepeda motormu pergi menjauh dan seketika aku kembali merasakan sesak di dadaku. Helaan napasku terasa berat lagi, rasanya sulit jika harus melepasmu pergi menuju peluk yang lain.

Kita lewati hari-hari dan aku tidak bisa menahan diri-- untuk tidak cinta mati. Kamu mampu membahagiakanku, membuatku tersenyum, sekaligus membuatku terluka parah. 
Pertemanan kita terlalu abstrak jika disebut sekadar teman, tetapi terlalu berlebihan jika disebut kekasih. Aku terpenjara dalam status yang tidak aku inginkan, sementara kamu tidak pernah mengerti bahwa semua yang aku lakukan padamu atas dasar cinta.

.....



Aku tidak tahu perasaan ini namanya apa. Aku menatap ponsel karena menunggu pesanmu. Aku menatap ponsel berharap panggilan telepon darimu. Aku menunggu waktu sibukmu selesai agar aku bisa berbincang denganmu. Aku menunggu pesanmu, karena jika aku lebih dulu menghubungimu-- aku takut mengganggu hari-harimu.

Aku tidak tahu perasaan ini namanya apa. Aku ikut tersenyum saat kamu tersenyum di layar ponselku. Aku begitu bahagia, saat waktu sempurna kita tercipta, saat Video Call dan Facetime kita terjalin secara maya.

Aku tidak tahu perasaan ini namanya apa. Yang jelas, kehadiranmu membuat aku terus bertanya-- seandainya ini cinta, apakah kamu juga merasakan hal yang sama?


...


Asal kamu tahu, semua tuduhanmu itu salah. Tidak pernah ada yang lain dan hanya kamu satu-satunya. Hanya kamu yang menghuni ruang-ruang kosong di hatiku, hanya kamu yang pesannya selalu aku tunggu, dan hanya kamu yang teleponnya selalu aku nanti. Tapi, kamu tidak akan mengerti.

....

Aku tahu betul bahwa hubungan kita hanya teman biasa, tetapi aku tidak bisa menolak untuk mencintai dia. Aku sangat paham, bahwa kita berada dalam status sekadar teman, namun aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku sangat mencintai dia. Karena di matanya, aku temukan kebahagiaan yang sulit kau jelaskan. Karena dalam peluknya, aku rasakan kehangatan yang sulit aku mengerti. Lalu, aku bertanya-tanya dalam hati. Apakah ini cinta?

Sebagai wanita, aku sadar diri untuk tidak meminta, aku merasa harus menunggu dia lebih dulu ungkapkan rasa. Tapi, sampai kapan aku harus menunggu? Sedangkan perasaanku makin hari makin meluap, sedangkan rasa cintaku padanya tidak mampu lagi kutahan, rasa cintaku terpenjara dalam hubungan persahabatan.

Aku sangat berharap bisa tahu perasaannya, bisa mengerti maksud dan tujuannya. Karena makin hari aku makin tak mengerti, arti rangkul dan peluk yang selalu dia berikan, arti kalimat penenang yang selalu berhasil dia ucapkan, dan arti tetap menganggapku teman biasa meskipun banyak hal telah kalian lalui berdua. 

Seandainya mengungkapkan bukanlah perkara sulit, aku berharap bisa benar-benar memeluknya sebagai kekasih, bukan sebagai teman biasa. Seandainya Tuhan segera membuat dia paham akan perasaanku, aku berharap bisa menjadi satu-satunya perempuan yang ada dalam sisinya. Karena aku sudah sangat lelah melihat dia bersama yang lain, namun aku tidak berhak marah. Karena air mataku sudah cukup menjawab, bahwa perasaanku padanya tidak hanya sekadar teman biasa--

tapi lebih daripada itu.

-RDJ
novel

0 comments:

Post a Comment